Sunday, February 9, 2014

makalah MSI




BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Islam adalah agama fitrah. Artinya, ma’rifat terhadap Allah SWT dan iman kepadaNya adalah sesuatu yang telah terpasang dalam diri manusia. Seluruh manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, atau atas kebersihan dan kejernihan yang asli, serta telah dirancang dan terpasang dalam dirinya untuk beriman secara fitrah kepada Penciptanya, Allah SWT.
Dalam islam, pluralitas, yang dibangun diatas tabi’at asli, kecenderungan individual, dan perbedaan masing-masing pihak masuk dalam kategori fitrah yang telah digariskan oleh Allah SWT bagi seluruh manusia. Fitrah itu dapat saja dibelenggu atau dikekang. Namun ia tetap sebagai sunnah (ketentuan) dari sunnah Allah SWT yang tidak dapat berubah atau tergantikan.
2. Rumusan Masalah
            Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini diantaranya:
a)      Mengetahui definisi pluralisme
b)      Memahami hakekat dari pluralisme
c)      Mengetahui pandangan islam terhadap pluralisme
d)     Memahami pluralisme ekonomi islam













PEMBAHASAN

  1. Definisi Pluralisme
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) “Pluralisme” berasal dari kata “plural” yang artinya jamak atau lebih dari satu. Pluralistis mengandung arti banyak macam, bersifat keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya).
Menurut M. Shiddiq al-Jawi Istilah Pluralisme (agama) sebenarnya mengandung 2 (dua) hal sekaligus, Pertama, gambaran realitas bahwa di sana ada keanekaragaman agama. Kedua, pandangan atau pendirian filosofis tertentu menyikapi realitas keanekaragaman agama yang ada.[1]
Menurut The Oxford English Directory, pluralisme berarti “sebuah watak untuk menjadi plural”, dan dalam ilmu politik didefinisikan sebagai :
1)      Sebuah teori yang menentang kekuasaan monolitik negara dan bahkan menganjurkan untuk meningkatkan pelimpahan dan otonomi organisasi-organisasi utama yang mewakili keterlibatan seseorang dalam masyarakat. Juga, percaya bahwa kekuasaan harus dibagi di antara partai-partai politik yang ada.
2)      Keberadaan toleransi keragaman kelompok-kelompok etnis dan budaya dalam suatu masyarakat atau negara, keragaman kepercayaan atau sikap yang ada pada sebuah badan atau institusi dan sebagainya.
Sedangkan dalam Islam yang dimaksud pluralisme adalah paham kemajemukan yang melihatnya sebagai suatu kenyataan yang bersifat positif dan sebagai keharusan bagi keselamatan umat manusia[2].
Pluralitas merupakan kemajemukan yang didasari oleh keutamaan (keunikan) dan kekhasan. Pluralitas tidak dapat dimasukan kepada kesatuan yang tidak mempunyai bagian-bagian yang tidak menciptakan “keutamaan”, ”keunikan”, dan ”kekhasan” tersendiri.  Tanpa adanya kesatuan yang mencakup seluruh segi maka tidak dapat dibayangkan kemajemukan, keunikan, kekhasan atau pluralitas itu. Demikian juga sebaliknya.

  1. Hakikat Pluralisme dalam Islam
Pluralisme atau kemajemukan adalah kenyataan yang telah menjadi kehendak Tuhan, sebagaimana dinyatakan dalam Al-quran (Qs:49 ayat 13).
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.(QS. Al-hujarrat : 13).
Tetapi yang paling penting adalah bagaimana umat islam mengembangkan dimensi pluralitas itu sehingga menerima pluralisme, yakni sistem nilai yang memandang secara positif-optimis terhadap kemajemukan itu sendiri, dengan menerimanya sebagai kenyataan dan berbuat sebaik mungkin atas dasar kenyataan itu.
Pluralisme dan kemajemukan bersifat  “Alami dalam diri manusia dan mereka diciptakan dengan kesiapan untuk itu” serta ditakdirkan untuknya. Pluralisme dan kemajemukan adalah “Ciptaan Illahi”, bukan sekedar sesuatu yang dibolehkan atau satu macam hak dari hak asasi manusia. Jika kemajemukan dan pluralitas merupakan faktor-faktor yang membuahkan perbedaan maka faktor kesatuan kemanusiaan menjadi ikatan persatuan mereka. Karena “tidak mungkin manusia berbeda pada lahir mereka, tetapi tidak berbeda dalam batin mereka. Dan tidak sesuai pula dengan hikmah jika sesuatu terus membanyak, tapi tidak berbeda-beda. Juga tidak mungkin jika suatu jenis dan macam telah disatukan, tapi elemen-elemennya tidak kunjung bertemu dan bersatu
Jika tidak ada pluralitas, perbedaan dan perselisihan niscaya tidak ada motivasi untuk berlomba, saling dorong, dan berkompetisi diantara individu, umat, pemikiran, filsafat serta peradaban-peradaban, dan hidup inipun akan menjadi stagnan dan tawar, serta mati tanpa dinamika. Juga manusia tidak akan dapat mewujudkan tujuan-tujuan amanah kekhalifahan yang telah diembankan, yaitu agar mereka membangun bumi dan mengembangkan wujud peradaban mereka. Keimanan akan kemajemukan, kekhasan, dan perbedaan adalah motivator bagi kreativitas, serta saling dorong dalam medan kemajuan, pembangunan, dan peningkatan peradaban. Sementara, keyakinan akan ketunggalan model pemikiran dan peradaban adalah pintu taqlid, peniruan, dan pada akhirnya membawa kepada stagnasi dan hilangnya potensi kreativitas yang mengantarkan kepada kematian. Karena hikmah Ilahiah yang amat besar ini maka Allah SWT menjadikan manusia berbeda-beda.


  1. Pandangan Islam Terhadap Pluralisme
Hubungan islam dan pluralisme memiliki dasar argumentasi yang kuat. Menurut Nurcholish Majid hal itu berangkat dari semangat humanitas dan universalitas Islam.[3] Yang dimaksud dengan semangat humanitas adalah Islam merupakan agama kemanusiaan (fitrah) atau dengan kata lain cita-cita Islam sejalan dengan cita-cita manusia pada umumnya. Dan misi Nabi Muhammad adalah untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh alam, jadi bukan semata-mata untuk menguntungkan komunitas islam saja. Sedangkan pengertian universalitas islam dapat dilacak dari term al-islam yang berarti sikap pasrah pada Tuhan . dengan pengertian tersebut, semua agama yang benar pasti bersifat al-islam. Tafsir al-islam seperti ini bermuara pada konsep kesatuan kenabian dan kerasulan, yang kemusiaan dalam urutannya membawa kepada konsep kesatuan umat yang beriman.[4]
Islam secara tegas memandang pliralisme sebagai suatu keniscayaan dan bahkan secara positif menyikapinya. Bukti normatif lain yang ditunjukan Nurcholish adalah terdapatnya gagasan ahl al-kitab dalam al-quran, yaitu konsep yang memberikan pengakuan tertentu kepada para penganut agama lain yang memiliki kitab suci . ini tidak berarti memandang semua agama sama, suatu hal yang mustahil, mengingat kenyataan agama yang ada adalah berbeda-beda dalam banyak hal sampai sampai ke hal yang prinsip. Tetapi memberi pengakuan sebatas hak masing-masing untuk berada (bereksistensi) dengan kebebasan menjalankan agama masing-masing.
Bertolak dari pandangan bahwa islam merupakan agama kemanusiaan (fitrah), yang membuat cita-citanya sejajar dengan cita-cita kemanusiaan universal; Nurcholish berpendapat cita-cita keislaman di Indonesia adalah sejalan dengan cita-cita manusia indonesiapada umumnya. Ia yakin betul bahwa pandangan ini merupakan salah satu ajaran pokok islam. Karenanya Nurcholish berpendapat bahwa, “sistem politik yang sebaiknya diterapkan diIndonesia adalah sistem yang tidak hanya baik untuk umat islam, tetapi juga yang membawa kebaikan untuk semua anggota masyarakat Indonesia.” Pikiran bahwa yang dikehendaki oleh islam adalah suatu sistem yang menguntungkan semua orang. Termasuk mereka yang bukan muslim, menurutnya adalah sejalan dengan watak inklusif islam. Pandangan ini, menurutnya telah memperoleh dukungannya dalam sejarah awal islam.
Dari alur pemikiran Nurcholish di atas, pada intinya ia hendak menandaskan bahwa islam, melalui kekuatan doktrin ajaran dan bagaimana kesejarahanya, memiliki peran besar dalam mengembangkan paham pluralisme agama, memang ia mengakui bagaimanapun tetap ada kendala berupa munculnya sikap tertutup dan tidak suka terhadap agama lain. Prasangka negatif adalah bagian dari kenyataan hubungan antar kelompok. Namun tidak semua kelompok membenarkan adanya prasangka kepada kelompok lainnya dan banyak dari mereka yang mempunyai komitmen untuk memberantasnya. Menurut Nurcholish, pengalaman historis umat islam dalam mempraktekan pluralisme benar-benar mengesankan, namun beberapa abad belakangan mengalami gangguan. Sebabnya ialah karena faktor imperialisme barat (Eropa-kristen) terhadap dunia islam dan gerakan zionisme yahudi.
Dua hal itu menyebabkan timbulnya konflik yang rumit di kalangan versus kristen dan Yahudi. Meskipun demikian bagi Nurcholis, kendala itu tidak boleh membuat umat islam menurun prestasinya dalam mengembangkan semangat toleransi. Berkat kemajuan pendidikan, umat islam dapat secara kreatif mengolah pengalaman masa lalunya, untuk ditransformasikan kedalam bentuk-bentuk toleransi dan pluralisme modern, dengan sedikit saja perubahan seperlunya beberapa konsep dan ketentuan teknis operasionalnya.
Pendeknya, Nurcholis hendak mengiring bahwa umat islam Indonesia pun harus bisa mewarisi semangat pluralisme yang tinggi. Ia selalu menekankan baik pada umat islam sendiri maupun non muslim bahwa bersikap positif pada pluralisme adalah suatu keharusan, bukan saja karena doktrin agama memang mendukung demikian, tetapi terlebih karena tuntutan objektif dari realitas kehidupan modern.
  1. Pluralisme Ekonomi Islam
Dari sisi metodologis, ekonomi islam dapat dipahami sebagai hukum muamalah yang bersumber dari wahyu (al-quran dan al-hadits) dan dikembangkan melalui penalaran akal budi (ijtihad). Oleh karenanya, kemajuan dan pengembangan ekonomi islam, sangat tergantung kepada kecerdasan para penganutnya, karena kemajuan islam identik dengan pembaharuan intelektualisme[5].
Begitu juga ekonomi lainnya, metodologi mereka dibangun atas intelektualitas pemikiran dan penggagasannya. Intelektualisme itulah ideologi mereka sebagai bangunan atas paradigma bepikir tentang konsep dan teori ekonominya, sehingga melahirkan sistem ekonomi. Setiap sistem ekomoni dibangun atas ideologi yang memberikan landaasan dan tujuannya serta prinsip-prinsipnya. Seperti, ekonomi kapitalis berakar pada pengembangan ideologi liberalisme, ekonomi sosoalis berlandaskan pada ideologi komunisme dan ekonomi demokrasi berdasarkan atas ideologi pancasila[6]. Begitu juga ekonomi islam, mengembangkan dirinya berdasarkan wahyu illahi.





KESIMPULAN

Islam tidak memandang pluralitas sebagai sebuah perpecahan yang membawa kepada bencana. Islam memandang pluralitas sebagai rahmat yang Allah turunkan kepada makhluk-Nya. Dengan pluralitas, kehidupan menjadi dinamis dan tidak stagnan karena terdapat kompetisi dari masing-masing elemen untuk berbuat yang terbaik. Hal ini membuat hidup menjadi tidak membosankan karena selalu ada pembaruan menuju kemajuan.
Pandangan islam yang lebih luwes dalam memaknai pluralitas menjadikan warna-warni dalam khasanah keilmuan islam.Nurcholis majid selaku tokoh yang sangat konsisten dalam pluralitas mencoba mengaplikasikan suatu paham dimaa dia menganggap bahwa tidak perlu di indonesia ini di berlakukan syariat islam karena Pancasila pun sudah memiliki nafas islam.
Dari sisi perkembangan dan perluasan, ekonomi harus tetap ada pada beberapa kelompok kekuatan ekonomi yang terdapat dalam masyarakat. Sebagaimana yang telah disinggung seperti dalam masalah-masalah diatas, pluralisme berusaha menyamakan permasalahan agama dengan perkara-perkara politik, ekonomi dan partai. Sehingga dari situ mereka berkesimpulan bahwa dalam segala aspek sosial diperlukan pluralitas, oleh karenanya hal itu harus dimunculkan dan dikembangkan.












                                                             ANALISIS                           

            Menurut kami Pluralisme, sebagaimana dalam  berbagai fenomena dan pemikiran memiliki sifat antara komoderatan dan keadilan, keseimbangan dan juga mempunyai sisi yang ekstrim, baik sisi yang melebih-lebihkan pluralitas atau sisi yang mengurang-ngurangkan pluralitas. Sifat keadilan dan keseimbangannya lah yang dapat memelihara hubungan antara kemajemukan, perbedaan, dan pluralitas itu sendiri. Sementara itu perpecahan dan kekacauan ditimbulkan oleh sikap ekstrim memusuhi yang tidak mengakui dan memiliki faktor pemersatu.
            Indoesia sebagai negara yang majemuk,yang sangat beragam di segala aspek kehidupan.Adanya sikap toleransi dan sikap saling menghormati dalam kehidupan masyarakat sangat di perlukan,sebagai lem perekat dari unsur-unsur pluralisme.Pada dasarnya pluralitas terdapat disegala aspek kehidupan,sama halnyadalam pluralitas dalam islam.pluralitas dalam islam disadari atau tidak itu merupakan khasanah pengetahuan dalam islam, asal tidak ada “klaim kebenaran”yang dapat memperuncing perbedaan antar golongan.
















DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Topik, dkk. 1996. Jalan Baru Islam. Bandung : Mizan
Aziz, Ahmad Amir. 1999. Neo-modernisme Islam di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Imarah, Muhammad. 1999. Islam dan Pluralitas. Jakarta : Gema Insani
M. Syafi’I, Anwar. 1995. Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia. Jakarta: Paramadina.
Nataatmaja, Hidayat.1983. Membangun Ilmu Pengetahuan Berlandaskan Ideologi. Bandung: Penerbit Iqra
Rahman, Fazlur. 1985. Islam dan Modernitas, Tentang Transormasi Intelektual Terj. Ahsin Muhammad. Bandung: Pustaka
Nasir,M.Ja’farfar.2009. Respon Islam Terhadap Multikulturalisme.




















[1]http://www.khilafah1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id=75&Itemid=47
[2] M. Ja’far Nashir. Respon Islam Terhadap Multikulturalisme,tt,artikel,tgl 23-05-09,12:30.
[3] Ahmad Amir Aziz. 1999. Neo-modernisme islam di indonesia. Jakarta: PT rineka cipta. Hlm, 50
[4] Ibid. Hlm, 51
[5] Fazlur Rahman, Islam dan modernitas, tentang transormasi intelektual terj. Ahsin Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1985), Hlm. 37
[6]  Hidayat nataatmaja, membangun ilmu pengetahuan berlandaskan ideologi, (Bandung: penerbit iqra, 1983), Hlm. 20

makalah hadist



PENDIDIKAN KEMAUAN DAN PENDIDIKAN JASMANI


A.    PENDAHULUAN
Pendidikan sekarang ini mengalami kemajuan sangat pesat dalam penggunaan mediannya, sehingga menciptakan metode-metode pembelajaran yang begitu banyak guna mengefektifkan proses belajar mengajar yang ada di kelas, namun sekarang ini banyak masyarakat yang mengeluh dengan out put yang dikeluarkan oleh sekolah-sekolah ataupun madrasah-madrasah. Seharusnya dengan perkembangan IT dan media yang digunakan guru dalam mengajar, menghasilkan siswa-siswa yang cerdas dan berbudi namun fenomena itu kayaknya berkebalikan dengan harapan yang diinginkan.
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan total yang mencoba mencapai tujuan untuk mengembangkan kebugaran jasmani, mental, sosial, serta emosional bagi masyarakat, dengan wahana aktivitas jasmani.[1] Dalam pengertian ini terlihat bahwa pendidikan jasmani menekankan pada proses pendidikan yang menggunakan aktivitas jasmani untuk mendapatkan kebugaran dalam berbagai hal.

B.     TEKS HADIST
Hadist









Terjemahan
a.       Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya (HR. al-Bukhāriy dan Muslim)
b.       orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih cinta kepada Allah dari pada seorang mukmin yang lemah pada setiap kebaikan (HR. al-Bukhāriy dan Muslim)
Arti Perkata
Sesungguhnya :
Pekerjaan         :
Niat                 :
Lebih baik       :
Mencintai        :
Lemah             :
Pada setiap       :
Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Pendidikan kemauan, gejala-gejalanya ?
2.      Apa pengertian pendidikan jasmani dan maca-macam Pendidikan jasmani ?








C.    PEMBAHASAN

1.      PENDIDIKAN KEMAUAN
a.    Pengertian Pendidikan Kemauan
Pendidikan merupakan kebutuhan pokok manusia. Hal ini karena manusia merupakan makhluk paedagogik yaitu makhluk yang dilahirkan membawa potensi yang dapat dididik dan mendidik.[2]Di dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana utuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.[3] Salah satu tujuan pendidikan adalah memaksimalkan potensi manusia, membantu manusia untuk berkembang mencapai tingkat kesempurnaan yang setinggi-tingginya. Tetapi apapun program pendidikan yang dijalankan, hasilnya sangat tergantung, paling tidak, pada dua hal yaitu dasar falsafah dan metode yang digunakan.[4]
Sedangkan kemauan merupakan salah satu fungsi kehidupan kejiwaan manusia, Dapat diartikan sebagai aktifitas psikis yang mengandung usaha aktif dan berhubungan dengan pelaksanaan suatu tujuan. Adapun tujuan kemauan adalah pelaksanaan suatu tujuan-tujuan yang harus diartikan dalam suatu hubungan.
Dalam pengertian lain dicontohkan bahwa kemauan dari segi agama ialah niat atau keinginan yang bersumber dari hati untuk melakukan sesuatu dengan setulus hati tanpa ada paksaan.
b.    Gejalan-Gejala Kemauan
Setelah kita mengetahui dan mempelajari tentang pengertian kemauan maka akan kami paparkan gejala-gejala kemauan diantaranya adalah
  1. Dorongan/motivasi
Dorongan/motivasi ialah daya penggerak di dalam diri orang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai tujuan tertentu. Dorongan di golongkan menjadi 2, yaitu:
  1. Dorongan Nafsu, diantaranya Nafsu makan, nafsu seksual, sosial, meniru.
  2. Dorongan rokhaniyah, diantaranya keamanan, menonjolkan diri, ingin tahu, keindahan, kebaikan, kebebasan, bekerja.
  3. Keinginan
Keinginan adalah dorongan nafsu yang tertuju pada suatu benda atauyang kongkrit, keinginan yang dipraktekan bisa menjadi kebiasaan.misalnya nafsu makan dapat menimbulan keinginan untuk makan sesuatu.
  1. Hasrat
Hasrat ialah suatu keinginan tertentu yang dapat diulang-ulang. Adapun cirri-ciri hasrat adalah sebagai berikut:
-          Hasrat merupakan motor penggerak perbuatan dan kelakuan manusia.
-          Hasrat berhubungan erat dengan tujuan tertent, baik positif maupun negative.
-          Hasrat selamanya tidak terpisah dari gejala mengenal (kognisi) dan perasaan (emosi).
-          Hasrat diarahkan kepada penyelenggaraan suatu tujuan.
  1. Nafsu dan Hawa Nafsu
Nafsu adalah dorongan yang terdapat pada tiap-tiap manusia dan member kekuatan bertindak untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup tertentu. Sedangkan hawa nafsu adalah kecerendungan atau keinginan sangat kuat dan mendesak yang sedikit banyak mempengaruhi jiwa seseorang.


2.       PENDIDIKAN JASMANI
Di antara tujuan pendidikan jasmani adalah menjaga dan memelihara kesehatan badan, seperti: alat-alat pernafasan, peredaran darah, pencernaan makanan, melatih otot-otot dan urat saraf, melatih kecekatan, ketangkasan dan sebagainya.[5] Sehubungan dengan ini, ditemukan beberapa hadis sebagai berikut:

a. Memanah
Uqbah ibn Amir berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW. bersabda ketika beliau sedang berada di atas minabar: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah  memanah! Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah  memanah! Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah  memanah!
Rasulullah SAW. mempunyai perhatian yang serius terhadap olahraga memanah ini. Hal itu dapat dipahami dari satu hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani.
Siapa yang telah mempelajari memanah lalu ia tinggalkan berarti ia sudah mendurhakaiku”.
Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa orang yang sudah trampil memanah harus memelihara ketrampilan itu. Meninggalkannya dipandang sebagai salah satu bentuk pelanggaran terhadap anjuran Rasulullah SAW. Itu berarti bahwa beliau sangat mementingkan olahraga ini.
Al-Bazzar dan Thabrani meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Hendaklah kamu memanah karena ia adalah permainanmu yang terbaik.” Senada dengan itu, al-Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. pernah memberikan motivasi kepada sahabat agar mereka bergairah memanah.[6]
Memanah pada dasarnya adalah menggunakan senjata. Senjata dapat berkembang sesuai dengan perubahan zaman. Karena pada saat ini senjata sudah beraneka ragam, maka anjuran memanah itu dapat pula berarti anjuran menggunakan senjata yang modern.

b. Berkuda
Sehubungan dengan olahraga berkuda ditemukan pula riwayat dari Rasulullah SAW.  Di antaranya hadis riwayat Ibnu Majah dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhani:
Memanahlah dan kenderailah olehmu (kuda). Namun, memanah lebih saya sukaidaripada berkuda. Sesungguhnya setiap hal yang menjadi permainan seseorang adalah batil kecuali yang memanah dengan busurnya, mendidik/melatih kudanya dan bersenang-senang dengan istrinya.
Dari hadis di atas dipahami bahwa berkuda dan memanah termasuk olahraga yang disukai oleh Rasulullah SAW. Kemampuan berkuda dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan termasuk berdagang dan berperang. Dalam konteks zaman sekarang, anjuran mengenderai kuda dapat pula diterjemahkan sebagai anjuran menguasai penggunaan teknologi transportasi. Hal ini sangat dibutuhkan oleh umat Islam.
c. Menjaga Pola Makan
Pola makan seseorang akan berpengaruh kepada kesehatan jasmaninya. Oleh sebab itu, selain bahan makanan yang memenuhi persyaratan, polanya harus baik, yaitu tidak berlebihan. Hal ini sesuai dengan firman Allah Surat al-A'raf/7: 31. Hal itu didukung oleh hadis Rasulullah SAW.  Di antaranya hadis riwayat al-Bukhari, al-Tirmizi, dan Ahmad dari Ibnu ‘Umar:
Ibnu ‘Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda: Orang yang beriman itu makan dengan satu usus (perut), sedang orang kafir makan dengan tujuh usus.
Menurut M. Syuhudi Ismail, secara tekstual hadis tersebut menjelaskan bahwa usus orang yang beriman berbeda dari usus orang kafir. Pada hal dalam kenyataan yang lazim, perbedaan anatomi tubuh manusia tidak disebabkan oleh perbedaan iman. Dengan demikian, pernyataan hadis itu merupakan ungkapan simbolik. Itu berarti harus dipahami secara kontekstual.
Perbedaan usus dalam matan hadis tersebut menunjukkan perbedaan sikap atau pandangan dalam menghadapi nikmat Allah, termasuk tatkala makan. Orang yang beriman memandang makan bukan sebagai tujuan hidup, sedangkan orang kafir menempatkan makan sebagai bagian dari tujuan hidupnya. Karenanya, orang yang beriman mestinya tidak banyak menuntut dalam kelezatan makan.[7] Itu berarti juga bahwa orang yang beriman itu harus membatasi makanannya. Makan harus didasarkan pada kebutuhan tubuh bukan pada selera nafsu belaka.
d. Menjaga Kesersihan
Kebersihan sangat berpengaruh kepada kesehatan dan keadaan jasmani seseorang. Oleh sebab itu,  Rasulullah SAW. sangat memperhatikan masalah kebersihan ini. Wujud perhatian beliau dapat dilihat dalam hadis berikut ini:
Abi Malik bercerita bahwa Rasulullah SAW. bersabda, kebersihan itu sebagian dari iman …(HR Muslim dari Abi malik al-Asy’ariy)

Rasulullah SAW. senang kepada keteraturan, kebersihan, pemandangan yang indah dan yang baik-baik. Beliau benci kepada ketidak-teraturan, kekotoran, pemandangan yang jelek dan bau busuk. Wuduk sebelum salat itu adalah kebersihan dan ibadah. Mandi adalah kebersihan. Islam mengajak kepada kebersihan tubuh, hati, pakaian, rumah dan jalan.
Bukti perhatian Rasulullah SAW. terhadap kebersihan dapat dilihat dalam hadis-hadis baik fi’liyah maupun qauliyah. Di antaranya, beliau telah memberikan keteladanan dalam hal menjaga kebersihan. Beliau senatiasa menggosok gigi, mandi dan beristinjak sehabis buang hajat. Aisyah meriwayatkan bahwa Nabi SAW. menggosok gigi ketika masuk (datang) ke rumahnya. Huzaifah berkata, Nabi SAW. ketika bangun pada malam hari untuk salat, beliau membersihkan mulutnya dengan siwak (menggosok gigi).[8]
Menjaga kebersihan mulut dan gigi sangat besar manfaatnya bagi kesehatan. Membiarkannya dalam keadaan kotor dapat mengundang berbagai penyakit, bahkan bila berlangsung lama, kotoran mulut dan gigi dapat membawa malapetaka bagi kesehatan seseorang. Perhatian dan kesungguhan Nabi menjaga kebersihan tersebut perlu dicontoh walaupun teknik dan alat yang dipergunakan dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Perhatian Rasulullah SAW. yang lebih serius lagi terhadap masalah kebersihan gigi dan mulut ini dapat dilihat dalam hadis riwayat Muslim dari Abi Hurairah:
Sekiranya tidak akan memberatkan bagi orang-orang yang beriman (dalam riwayat Zuhayr, bagi umatku) tentu aku menyuruh mereka menggosok gigi ketika mendirikan setiap salat.
Dari beberapa hadis di atas terlihat bahwa Rasulullah saw. sangat memperhatikan kebersihan dan kesehatan jasmani. Itu berarti bahwa beliau mendidik umatnya agar memperhatikan jasmani dengan mtode keteladanan dan motivasi.

D.    KESIMPULAN
  1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana utuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
  2. Kemauan merupakan salah satu fungsi kehidupan kejiwaan manusia, dapat diartikan sebagai aktifitas psikis yang mengandung usaha aktif dan berhubungan dengan pelaksanaan suatu tujuan.
  3. Kemauan di dalam konsep Islam dapat diartikan niat yang timbul dari hati.
  4. Dalam konsep Islam, Segala amal perbuatan tergantung pada niat/minat/kemauan seseorang.
  5. Menurut Paulo Freire, Pendidikan merupakan suatu gerakan pembebasan dan penyadaran manusia.
  6. Sedangkan Fyans dan Maers mengatakan bahwasanya faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah latar belakang keluarga, kondisi sekolah dan motivasi
  7. Konsep pendidikan kemuan/niat yang disabdakan oleh Rasulullah bersinergi dengan konsep pendidikan para pakar pendidikan  diantaranya oleh Paulo Freire, Fyans dan Maers, bahkan ulama’ kita yaitu KH. M. Hasyim Asy’ari.








DAFTAR PUSTAKA
Al Banna, Hasan, Imam Nawawi, Al-Maktsurat dan Hadist Arba’in, (Jakarta: Gema Insani, 2007)
Asy’ari, KH.M. Hasyim, Menjadi Orang Pinter dan Bener (Adab Ta’lim wa Muta’allim), (Jogjakarta: CV. Qalam, 2003)
A. Smith, William, Conscientizacao Tujuan Pendidikan Paulo Freire, (Yogyakarta: Read Book dan Pustaka Pelajar)
Bakry,M.Ag, Drs. H.Sama’un, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam, (Bansung: Pustaka Bani  Quraisy, 2005)
Daradjat, Zakiah, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996)
Hasyimi, Syekh Ahmad. Mukhtarul Hadist Nabawi, (Semarang: Al-Alawiyah)
Rakhmat, Jalaluddin, Catatan Kang Jalal (Visi Media, Politikdan Pendidikan), (Bandung: Rosdakarya, 1998)



[1] Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm.16.

[2] Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm.16.
[3] Wiji Suwarno, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2006), hlm. 21-22
[4] Jalaluddin Rakhmat, Catatan Kang Jalal (Visi Media, Politikdan Pendidikan), (Bandung: Rosdakarya, 1998), hlm.351.

[5]  M.Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,(Bandung: Remaja Rosda Karya 2009), cet.ke-19, 188

[6] Al-Bukhariy, Op.cit., Juz 2, h. 1134
[7] Abdullah ‘Ulwan, Tarbiyat al-Awlād fi al-Islām, I, (Beirut; Dar al-Salam, 1401 H  = 1981 M), h. 215

[8] Al-Bukhari, op. cit., Juz 1, h. 109